Life lessons

Jika kita merenungkan jalan-jalan hidup kita, maka kita akan menemukan jejak-jejak kaki Allah yang telah memanggil dan menuntun kita kepada jalan kemuliaanNya. Berikut adalah yang saya ingat bagaimana Allah menuntun jalan kehidupan saya hingga sekarang ini.

Life Lesson_1 

   Hari demi hari saya semakin percaya bahwa sejak semula Allah telah menunggu saya di Jogja ketika saya tiba untuk mengambil studi di perguruan tinggi di sana.

   Dia telah menunggu sejak semula ketika saya seharusnya sudah mati dua kali ketika hanyut mendekati air terjun di desa kecil kabupaten Pacitan. Ketika saya diminumi minyak tanah oleh pembantu sewaktu balita.

   Dia sedang terus merampungkan rancangan kemuliaanNya ketika kemiskinan keluarga saya menghalangi saya untuk bisa bersekolah di SMF Surabaya. Ketika kegagalan nilai matematika tahun kedua di SMA telah mengalihkan keputusan saya dan lebih memilih UGM dari pada IPB.

   Saya kembali rasakan betapa sukacita di Sorga begitu meriahnya ketika saya terpesona dengan kasih karuniaNya dan tidak bisa tidak hanyut di dalamnya dengan penuh kesukacitaan.

Fondasi Sorgawi itu semakin membentuk kesempurnaan bangunanNya ketika bangsa-bangsa mulai terlintas di dalam benak saya; rancangan keselamatanNya yang turun-temurun atas mereka.

Betapa jauh dari bayangan seorang anak tak berpengharapan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa; yang hanya dengan kaca mata kasih karuniaNya untuk bisa memahaminya.

Janji-janjiNya mulai terkuak … dan mencengkeram … Suku .. kaum .. bahasa .. dan bangsa … semakin begitu penting nilainya. Doa-demi-doa meluncur tak tertahankan … bagi mereka.

Siapakah saya … rasanya tidak pernah siap terhadap limpahan kasih karuniaNya.

Siapakah saya sehingga bisa menyaksikan orang-orang disekeliling saya malah siap mati untuk mereka?!.

Siapakah saya sehingga saya bisa berlutut bersama mereka di tanah Madura … Bugis … Jawa … Banyumasan … Dayak … Melayu … Aceh … Kamboja …

Siapakah saya sehingga nama saya disebut orang di negeri seberang … dalam kaitan dengan InjilNya yang mulia?

Siapakah saya … (yang sampai detik inipun masih hidup oleh karena belas kasihan, kelapangan hati dan panjang sabarNya) … menerima janji-janji yang masih begitu melimpah di depan sana?!

Memang …bukan itu seharusnya pertanyaannya!

Seharusnya adalah … Siapakah Engkau Ya Allah?

Apakah yang Engkau kehendaki untuk kulakukan ?

Paulus sudah meneladankannya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *